Sejak usia 3 tahun, Dhika lebih tertarik bermain dengan teman sebayanya dibandingkan main sama Mama , Mama syediih. Mungkin karena Mamanya enggak kreatif dan males nyari kegiatan yang FUN. Iya aku emang satu tahun belakangan mengalami demotifasi. Enggak menggebu-gebu seperti Uforia saat pertama kali berhenti kerja dulu. Dulu karena sibuk kerja dan saat dirumah moment ketemu Dhika yah cuman mengASIhi lanjut tidur sampe pagi. So, pas tahun pertama berhenti kerja jadi begitu semangat menstimulasi semua kemampuan Dhika. Mau bikin mainan DIY hayuk aja! Mau baca buku sampe berpuluh kali dengan judul yang sama hayuk! Mau mbolang seharian yah ayuk aja. Sampe detail banget bikin portofolio juga, gak ada moment yang tak di dokumentasikan. Apalagi dengan melihat postingan beberapa Ibu IIP yang lain, waah jadi turut serta membakar semangat dalam mendampingi tumbuh kembang ananda.Tapi seiring berjalannya waktu, dengan semakin banyaknya kegiatan rumah tangga yang bisa dibilang gak ada habisnya. Tumpukan cucian kotor dan antrian piring dan aneka becah belah kotor di sink yang selalu miscall-miscall, lantai kotor yang belum disapu pel, mainan yang berserakan di seluruh area rumah, dan disaat yang sama Dhika minta perhatian lebih. Acchhhhggrr pengen kabur saja rasanya. Kepala cenat cenut! Terus menerus 24jam sehari, 7 hari seminggu dan 365 hari setahun, berperan sebagai ibu tanpa cuti dan libur ternyata bikin sumbu sabar jadi pendek. Berinteraksi dan berkomunikasi hanya dengan bayi atau balita secara terus menerus ternyata membuat jiwaku jadi agak kurang waras. Hati ini jadi kemrungsung, jauh dari rasa syukur. Ada rasa rindu bercanda dengan candaan dan obrolan dengan orang dewasa. Tak bisa dipungkiri ada semacam periode jetlag dari bekerja diranah publik kemudian banting setir memilih bekerja di ranah domestik. Ah harusnya aku mengingat kembali tujuan awalku, kenapa harus "pulang". Belum lagi aku juga mengalami kecanduan gadget. Sosial media yang dulunya sebagai media penulisan portofolio Dhika berubah fungsi jadi sekedar scroll-scroll gak jelas yang tak kunjung usai hingga berjam-jam per harinya. Sudah merencanakan untuk membuat manajent gadget tapi belum terlaksana juga. Apalagi drakor yang juga turut jadi candu. Hingga banyak sekali menyita waktu tanpa manfaat. Mulai mengabaikan Dhika dan pekerjaan rumah. Tidak adanya keterikatan waktu dengan pihak manapun jadi makin memperparah keadaan. Makin malas pulalah aku. Iya jika dulu masih terikat jam kerja dengan pihak lain, mau gak mau harus mengikuti ritme jamnya. Atau misal Dhika sudah terikat dengan jam sekolah, secara gak langsung hal itulah yang akan "memaksa" kita untuk mematuhinya. Ketiadaan jam "kerja" inilah yang semakin membuatku terlena mensia-siakan waktu. Memang setiap penghujung malam selalu ada perasaan menyesal tapi tak kunjung ada perubahan. Masih saja keesokan harinya mengulangi kesalahan yang sama. Sangat berbeda dengan awal aku berkomitmen untuk "bekerja" di ranah domestik. Aku begitu patuh menerapkan 7 to 7 dari Bu Septi Peni Wulandani. Manajemen waktu yang baik membuat semuanya terkendali dengan baik.
Mama : Mas Dhika kenapa, kok marah-marah trus hari ini?
Dhika : Dhika marah sama Mama (lirih)
Mama : Iya, marah kenapa? Gegara apa?
Dhika : (masih sesegukan)
Mama : Dhika lho sekarang kalau dipanggil pura-pura gak denger. Gak mau nurut sama omongannya Mama. Sering marah-marah, kenapa?
Dhika : (masih nangis pelaan)
Mama : Mama harus gimana biar mas Dhika Happy? Mas Dhika ngantuk ta mau tidur?
Dhika : gak mau tidul
Mama : Trus Mama harus gimana biar Dhika Happy lagi?
Dhika : becanda (suaranya liriih)
Mama : (Mak jleb ) Oooh Dhika pengen becanda sama Mama?
Dhika : iya becanda, ketawa (masih misek-misek)
Mama : Ooo jadi Dhika pengen becanda-becanda sambil ketawa-ketawa sama Mama?
Papa : (nyimak)
Dhika : iyaaa
Trus kita bertiga berpelukan. Ya Allah maaf Nak. Ternyata kamu hanya rindu pengen bercanda sama Mama. Iya kamu emang kalau udah bercanda seru, sulit berhenti ketawa padahal kadang itu gak lucu menurut kami. Tapi kamu masih tertawa dengan hal yang sama. Kata orang "Woo ndableg lek guyon". Ah ternyata benar apa kata pepatah, kalau tertawa itu juga suatu kebutuhan dan menyehatkan jiwa.